Peralihan Hak Atas Tanah karena Jual
Beli Tanah
Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan
memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya
suatu hak, maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu
perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud
memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Dengan demikian
pemindahannya hak milik tersebut diketahui atau diinginkan oleh pihak yang
melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah.
Secara umum terjadinya peralihan hak atas tanah itu dapat disebabkan oleh
berbagai perbuatan hukum antara lain:
a. Jual beli
b. Tukar menukar
c. Hibah
d. Pemasukan dalam perusahaan
e. Pembagian hak bersama
f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik
g. Pemberian hak tanggungan
h. Pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan
Sebelum melakukan peralihan hak atas tanah, antara kedua pihak terlebih
dahulu melakukan perjanjian atau kesepakatan mengenai bidang tanah yang akan
dialihkan haknya tersebut.
Tetapi jika diteliti lebih lanjut, maka jual beli yang dilakukan menurut Hukum
Adat bukanlah suatu “perjanjian” sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan
KUHPerdata, melainkan suatu perbuatan hukum yang dimaksudkan untuk menyerahkan
tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli, dan bersamaan dengan itu
penjual menyerahkan harganya kepada pembeli. Jadi
antara pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan secara bersamaan, dan
sejak saat itu pula hak atas tanah yang bersangkutan telah berpindah.
Berbeda halnya dengan sistem Hukum Barat, dimana hak milik atas tanahnya tidak
dapat langsung berpindah kepada sipembeli selama penyerahan yuridisnya belum
dilakukan, karena antara perjanjian jual beli dengan penyerahan yuridisnya
(balik nama) dipisahkan secara tegas, jadi misalnya suatu penyetoran sejumlah
uang dibank untuk sipenjual belum berarti tanah yang dijual itu otomatis
menjadi milik sipembeli. Tetapi sipembeli masih harus melakukan suatu perbuatan
hukum lagi yaitu balik nama untuk dikukuhkan sebagai pemilik tanah yang baru.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah, yaitu
mengenai subyek dan obyek jual beli tanah. Mengenai subyek jual beli tanah
adalah para pihak yang bertindak sebagai penjual dan pembeli. Yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah calon penjual harus berhak menjual yaitu
pemegang sah dari hak atas tanah tersebut, baik itu milik perorangan atau
keluarga. Sedangkan mengenai obyek jual beli tanah adalah hak atas tanah yang
akan dijual. Didalam jual beli tanah, tujuan membeli hak atas tanah adalah
supaya dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah, tetapi secara hukum
yang dibeli atau dijual bukan tanahnya tetapi hak atas tanahnya.
Dalam subyek jual beli tanah, ada 4 syarat mengenai sahnya suatu pejanjian jual
beli hak atas tanah, yaitu:
a. syarat sepakat yang mengikat dirinya
Dalam syarat ini berarti kedua pihak sama-sama sepakat untuk mengadakan suatu
perjanjian jual beli yang mutlak dibuatkan sustu perjanjian tertulis berupa
akta yang harus dibuat dan dihadapan Pejabat khusus yaitu PPAT
b. syarat cakap
Untuk mengadakan suatu perjanjian perbuatan hukum dalam hal ini perjanjian jual
beli hak atas tanah, maka yang berhak adalah para pihak yang sudah memenuhi
syarat dewasa menurut hukum, sehat pikiran dan tidak berada dibawah pengampuan.
c. syarat hal tertentu
Apa yang diperjanjikan harus dicantumkan dengan jelas dalam akta jual beli,
baik itu mengenai luas tanah, letaknya, sertipikat, hak yang melekat demi
mengelakkan kemulut hukum dan hak-hak serta kewajiban kedua pihak harus terulan
dengan jelas.
d. syarat sebab yang hal
Didalam pengadaan suatu perjanjian, isi dan tujuan dalam perjanjian itu harus
jelas dan berdasarkan atas keinginan kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian.
Dengan adanya perpindahan hak milik atas tanah, maka pemilik yang baru akan
mendapatkan tanah hak miliknya dan wajib mendaftarkannya pada Kantor Pertanahan
setempat, yang sebelumnya dibuat dahulu aktanya dihadapan PPAT.
Didalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan :
“Bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah melalui jual
beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya (kecuali lelang) hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku”.
E. Pemindahan Hak dan Penolakan Pendaftaran peralihan Hak
Didalam peralihan pemindahan hak adanya pemindahan hak dan penolakan
pendaftaran peralihan hak, yaitu :
1. Pemindahan Hak
a. Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui
jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalm perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat
didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala
Kantor pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak
milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan
tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang
bersangkutan. (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37)
2. Penolakan Pendaftaran Peralihan Hak
Dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diadakan ketentuan
yang mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan menolak melakukan pendaftaran
peralihan atau pembebanan hak yang dimohon.
Penolakan itu harus dilakukan secara tertulis, yang disampaikan kepada yang
berkepentingan, dengan menyebut alasan-alasannya, disertai pengembalian berkas
permohonannya, dengan tembusan kepada PPAT atau Kepala Kantor Lelang yang
bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan wajib menolak melakukan pendaftaran
peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak
dipenuhi :
a. sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak
sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan ;
b. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak
dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (2);
c. dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang
bersangkutan tidak lengkap;
d. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang
undangan yang bersangkutan;
e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
f. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau
g. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh
para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
F. Dasar Hukum
Untuk memberikan jaminan hukum dalam pendaftaran peralihan hak, diterbitkan
dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku masa pembangunan jangka panjang
.
Dasar-dasar hukum Pendaftaran peralihan hak yaitu:
1. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok
Agraria
Yang terdapat pada pasal :
a. Pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan (4)
1) Ayat (1)
Yang berbunyi “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
2) Ayat (2)
Yang berbunyi “Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
a.pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
b.Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut
c.Pemberian surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat
3) Ayat (3)
Yang berbunyi “Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan
negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial – ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaranya, menurut pertimbangan Menteri Agraria”
4) Ayat (4)
Yang berbunyi “Dalam peraturan pemerintah diatur biaya – biaya yang bersangkutan
dengan pendaftaran termasuk dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa
rakyat yang tidak mampu disebabkan dari pembayaran biaya – biaya tersebut”
b. Pasal 20 ayat (1) dan (2)
1) Ayat (1)
Yang berbunyi “Hak milik adalah turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai atas orang tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial )”
2) Ayat (2)
Yang berbunyi “ Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”
c. Pasal 26 ayat (1)
Yang berbunyi “ Jual–beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat,
pemberian menurut adat dan peraturan–peraturan lain yang dimaksudkan untuk
memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah”
2. Kitab Undang – undang Hukum Perdata (KUHPer)
Yang terdapat pada buku ke III bab kelima tentang jual beli, pada pasal:
a. Pasal 1457
Yang berbunyi “ jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dengan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan”
b. Pasal 1458
Yang berbunyi “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara keduabelah pihak,
seketika setelahnya orang–orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut
dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum
dibayar”
c. Pasal 1459
Yang berbunyi “ Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada
sipembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616”
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
Yang terdapat pada pasal ;
a. Pasal 1 ayat (1)
Yang berbunyi “Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun,
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang
sudah ada haknya dan milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu
yang membebaninya”
b. Pasal 7 ayat (1)
Yang berbunyi “PPAT sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 6 ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri”
c. Pasal 26 ayat (2)
Yang berbunyi “Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, kepala Kantor Pertanahan
dibantu oleh PPAT dan jabatan lain yang ditugaskan untuk pelaksanaan
kegiatan–kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan
Perundang – undangan yang bersangkutan”.
d. Pasal 23 ayat (2)
Yang berbunyi “Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang
hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna
bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik”
e. Pasal 37 ayat (1) dan (2)
1) Ayat (1)
Yang berbunyi “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jabatan, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perubahan
hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya
dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”.
2) Ayat (2)
Yang berbunyi “Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri,
Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak
milik, yang diantara
perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat
oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar
kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan”.
f. Pasal 39 ayat (1)
Yang berbunyi “ PPAT wajib menolak membuat akta, jika :
1. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli yang bersangkutan atau
sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor
Pertanahan;
2. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
a) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat
keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan, bahwa yang bersangkutan
menguasai bidang tanah tersebut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat(2); b) surat keterangan yang
menyatakan, bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari
Kantor Pertanahan atau untuk tanah yang terletak didaerah yang jauh dari
kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan
dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
3. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang
bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak
berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak;
4. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa
mutlak, yang pada hakikatnya berisiskan perbuatan hukum pemindahan hak;
5. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau
Instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan
Perundang-undangan yang berlaku;
6. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data
fisik dan atau data yuridis, hal mana harus ditanyakan oleh PPAT kepada para
pihak sebelum dibuat aktanya;
7. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
g. Pasal 45
Yang berbunyi “Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran
peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak
terpenuhi:
1. sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai
lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;
2. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak
dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
3. dokumen yang diperlukan untik pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang
bersangkutan tidak lengkap;
4. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalm peraturan perundangundangan
yang bersangkutan;
5. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
6. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh
putusan Pangadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau
7. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh
para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
h. Pasal 56
Yang berbunyi “Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat
pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya didalam buku tanah
dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang
bersangkutan berdasarkan bukti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan
ketentuan yang berlaku”